BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menyusui merupakan suatu proses alamiah. Berjuta juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI, seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sehingga pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan, menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Pada masa nifas, masalah yang sering timbul antara lain kelainan putting, payudara bengkak, terjadinya pembendungan ASI. Terjadinya masalah tersebut karena beberapa faktor antara lain kurangnya perawatan payudara pada ibu menyusui. Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil dan menyusui.
Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007) diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada anak mereka.Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama kehamilan.
Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah melakukan perawatan payudara pada kehamilan dan melakukan Helth Education melalui penyuluhan- penyuluhan pada ibu post partum hari ke 3-6 yang disertai demontrasi cara perawatan payudara setelah melahirkan dengan benar, serta penyuluhan dan peragaan tentang perawatan payudara pada kunjungan masa nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu ibu mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan informasi keterpaduan menalar ilmiah dan sistematis. Upaya ini dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam perawatan payudara secara baik dan benar sebagai upaya preventif terhadap masalah menyusui sehingga proses menyusui dapat berjalan dengan lancar dan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi.
Sesudah bersalin, suhu badan ibu dapat naik 0,5 derajat C, tapi tidak melebihi 38 derajat C. Sesudah 12 jam pertama, suhu badan akan kembali normal. Bila suhu melebihi dari 38 derajat C, kemungkinan telah terjadi infeksi. Rasa mulas di perut setelah melahirkan timbul akibat kontraksi rahim dan biasanya lebih terasa saat menyusui. Keluhan ini dapat dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin. Rasa mulas ini juga dapat timbul jika masih terdapat sisa selaput ketuban, plasenta atau bekuan darah di dalam rongga rahim. Bila mulas tersebut sangat mengganggu, dapat diberikan obat antinyeri dan penenang, supaya ibu dapat beristirahat dan tidur.
Dalam hal menyusui, saat ini sedang digalakkan upaya pemberian ASI sedini mungkin setelah bayi lahir. Bayi diletakkan tengkurap di atas dada ibu yang masih berbaring, kemudian dalam dekapan ibu, dalam beberapa jam pertama si bayi akan berusaha mencari puting susu ibunya dan belajar menghisap sehingga dapat merangsang produksi ASI.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, penyebab, gejala, pencegahan dan penanganan pada pembendungan ASI
2. Apa pengertian, penyebab, gejala, pencegahan dan penanganan pada Mastitis ibu nifas?
3. Apa pengertian, penyebab, gejala, pencegahan dan penanganan pada Abses payudara ibu nifas?
4. Apa pengertian, penyebab, gejala, pencegahan dan penanganan pada saluran ASI tersumbat?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, gejala, dan penanganan pada pembendungan ASI
2. Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, gejala, dan penanganan pada Mastitis pada ibu nifas
3. Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, gejala, dan penanganan pada Abses Payudara ibu nifas
4.
Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, gejala, dan
penanganan pada Saluran ASI tersumbat
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Komplikasi Dini Pada Ibu Nifas
Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan social. Baik di Negara maju maupun Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan pasilitas kesehatan dalm menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini sera penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pascapersalinan (Saifuddin, 2008).
Walaupun menderita nyeri dan tidak nyaman, kelahiran bayi biasanya merupakan peristiwa yang menyenangkan karena dengan berakhirnya masa kehamilan yang telah lama ditunggu-tunggu dan dimulainya suatu kehidupan baru. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu. Kemungkinan timbul masalah atau penyulit.
Masa nifas merupakan masa yang diawali sejak beberapa jam setelah plasenta lahir dan berakhir setelah 6 minggu setelah melahirkan. Akan tetapi seluruh organ kandungan baru pulih kembali, seperti dalam keadaan sebelum hamil dalam waktu 3 bulan setelah bersalin. Masa nifas tidak kalah penting dengan masa-masa ketika hamil, karena pada saat ini organ-organ reproduksi sedang mengalami proses pemulihan setelah terjadinya proses kehamilan dan bersalin.
Masa nifas dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pasca nifas, masa nifas dini, dan masa nifas lanjut, yang masing-masing memiliki cirri khas tertentu. Pasca nifas adalah masa setelah persalinan sampai 24 jam sesudahnya (0-24 jam setelah melahirkan). Masa nifas dini adalah masa permulaan nifas yaitu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari lamanya (1 minggu pertama). Masa nifas lanjut adalah 1 minggu sesudah melahirkan sampai dengan 6 minggu setelah melahirkan.
2.2 Macam Komplikasi Dini Ibu Nifas
1. PERDARAHAN PERVAGINAM
Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefenisikan sebagai perdarahan pasca persalinan. Terdapat beberapa masalah mengenai defenisi ini :
a. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari biasanya. Darah tersebut bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar pada spon, handuk dan kain di dalam ember dan di lantai.
b. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar haemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar Hb normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada anemia. Seorang ibu yang sehat dan tidak anemia pun dapat mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
c. Perdarahan
dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan kondisi ini
dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya
perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada
semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan
pasca persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu pasca bersalin harus dipantau
dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase persalinan.
Penyebab perdarahan :
1. Uterus atonik (terjadi karena misalnya : plasenta atau selaput ketuban tertahan)
2. Trauma genitalia (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat pelaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk section caesaria, episiotomi)
3. Koagulasi intravascular disetaminata
4. Inversi uterus
5. Hemorargi post partum
Penatalaksanaan :
Hemorargi posr partum primer, Hemorargi post partum atonik
· Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
Hal yang harus dilakukan :
a. Jangan pernah meninggalkan pasien sendiri sampai perdarahan telah terkendali dan keadaan umum telah stabil.
b. Pada kasus PPH atonik jangan pernah memasukan pack vagina
c. Jika penolong berada di rumah perlu dilakukan rujukan. Hemorargi post partum traumatic
d. Pastikan asal perdarahan
e. Ambil darah untuk cross check dan lakukan cek kadar Hb
f. Pasang infuse IV, NaCL atau RL jika pasien syok
g. Pasien dalam posisi litotomi dan penerangan yang cukup
h. Perkirakan kehilangan darah
i. Periksa denyut nadi, tekanan darah dan kondisi umum
j. Jahit robekan
k. Berikan antibiotic
l. Membuat catatan yang akurat
2. INFEKSI MASA NIFAS
· Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi AKI. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke saluran urinary, payudara dan pembedahan merupakan penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari temperature atau suhu pembengkakan takikardi dan malaise. Sedangkan gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan, dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria. Ibu beresiko terjadi infeksi post partum karena adanya luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genital termasuk episiotomi pada perineum, dinding vagina dan serviks, infeksi post SC yang mungkin terjadi.
· Penyebab infeksi : bakteri endogen dan bakteri eksogen
· Faktor predisposisi : nutrisi yang buruk, defisiensi zat besi, persalinan lama, ruptur membran, episiotomi, SC
· Gejala klinis : endometritis tampak pada hari ke 3 post partum disertai dengan suhu yang mencapai 39 derajat celcius dan takikardi, sakit kepala, kadang juga terdapat uterus yang lembek.
· Manajemen : ibu harus diisolasi
3. SAKIT
KEPALA, NYERI EPIGASTRIK DAN PENGLIHATAN KABUR
Wanita yang
baru melahirkan sering mengeluh sakit kepala hebat atau penglihatan kabur.
Penanganan :
· Jika ibu sadar periksa nadi, tekanan darah, pernafasan.
· Jika ibu tidak bernafas periksa lakukan ventilasi dengan masker dan balon. Lakukan intubasi jika perlu dan jika pernafasan dangkal periksa dan bebaskan jalan nafas dan beri oksigen 4-6 liter per menit.
· Jika pasien tidak sadar/ koma bebaskan jalan nafas, baringkan pada sisi kiri, ukur suhu, periksa apakah ada kaku tengkuk.
4. PEMBENGKAKAN DI WAJAH ATAU EKSTREMITAS
· Periksa adanya varises
· Periksa kemerahan pada betis
· Periksa apakah tulang kering,pergelangan kaki, kaki oedema (perhatikan adanya oedema pitting)
5. DEMAM, MUNTAH, RASA SAKIT WAKTU BERKEMIH
Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur E. Coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya (Svanborg-eden, 1982).
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra atau hematoma dinding vagina. Setelah melahirkan terutama saat infuse oksitosin dihentikan terjadi diuresis yang disertai peningkatan produksi urine dan distensi kandung kemih. Overdistensi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan air yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
6. PAYUDARA YANG BERUBAH MENJADI MERAH, PANAS DAN TERASA SAKIT
Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat dapat menyebabkan
payudara menjadi merah, panas, terasa sakit, akhirnya terjadi mastitis. Puting
lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak. B.H yang
terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement. Kalau tidak disusu dengan
adekuat, bisa terjadi mastitis.
Ibu yang diit jelek, kurang istirahat, anemia akan mudah terkena infeksi.
Gejala :
· Bengkak, nyeri seluruh payudara/ nyeri lokal.
· Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal
· Payudara keras dan berbenjol-benjol (merongkol)
· Panas badan dan rasa sakit umum.
Penatalaksanaan :
· Menyusui diteruskan. Pertama bayi disusukan pada payudara yang terkena edema dan sesering mungkin, agar payudara kosong kemudian pada payudara yang normal.
· Berilah kompres panas, bisa menggunakan shower hangat atau lap basah panas pada payudara yang terkena.
· Ubahlah posisi menyusui dari waktu ke waktu, yaitu dengan posisi tiduran, duduk atau posisi memegang bola (football position)
· Pakailah baju B. H yang longgar.
· Istirahat yang cukup , makanan yang bergizi
· Banyak minum sekitar 2 liter per hari
· Dengan cara-cara seperti tersebut di atas biasanya peradangan akan menghilang setelah 48 jam, jarang sekali yang menjadi abses. Tetapi apabila dengan cara-cara seperti tersebut di atas tidaka da perbaikan setelah 12 jam, maka diberikan antibiotik selama 5-10 hari dan analgesia.
7. KEHILANGAN NAFSU MAKAN
Sesudah anak lahir ibu akan merasa lelah mungkin juga lemas karena kehabisan tenaga. Hendaknya lekas berikan minuman hangat, susu, kopi atau teh yang bergula. Apabila ibu menghendaki makanan, berikanlah makanan yang sifatnya ringan walaupun dalam persalinan lambung dan alat pencernaan tidak langsung turut mengadakan proses persalinan, tetapi sedikit atau banyak pasti dipengaruhi proses persalinannya. Sehingga alat pencernaan perlu istirahat guna memulihkan keadaannya kembali. Oleh karena itu tidak benar bila ibu diberikan makanan sebanyak-banyak nya walaupun ibu menginginkannya. Tetapi biasanya disebabkan adanya kelelahan yang amat berat, nafsu makan pun terganggu sehingga ibu tidak ingin makan sampai kehilangan itu hilang.
8. RASA SAKIT, MERAH, LUNAK DAN PEMBENGKAKAN DI KAKI
Selama masa nifas dapat terbentuk trhombus sementara pada vena-vena manapun di pelvis yang mengalami dilatasi dan mungkinlebih sering mengalaminya.
Faktor predisposisi :
· Obesitas
· Peningkatan umur meternal dan tingginya paritas
· Riwayat sebelumnya mendukung
· Anestesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang lama pada keadaan pembuluh vena.
· Anemia maternal
· Hypotermi dan penyakit jantung
· Endometritis
· Varicostitis
Manifestasi :
· Timbul secara akut
· Timbul rasa nyeri akibat terbakar
· Nyeri tekan permukaan
9. MERASA SEDIH ATAU TIDAK MAMPU MENGASUH SENDIRI BAYINYA ATAU DIRINYA SENDIRI
Pada minggu-minggu awal setelah persalinan kurang lebih 1 tahun ibu post partum cenderung akan mengalami perasaan-perasaan yang tidak pada umumnya seperti merasa sedih, tidak mampu mengasuh dirinya sendiri dan bayinya.
Faktor penyebab :
· Kekecewaan emosional yang mengikuti kegiatan bercampur rasa takut yang di alami kebanyakan wanita selama hamil dan melahirkan
· Rasa nyeri pada awal masa nifas
· Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan telah melahirkan kebanyakan di rumah sakit
· Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya setelah meninggalkan rumah sakit
· Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi
2.3 Komplikasi, Kelainan Dan Penyakit Dalam Masa Nifas
· Infeksi nifas
Endometritis
Uterus, tubavalopi, ovarium, pembuluh-pembuluh darah dan limfe, jaringan ikat di sekitarnya dan peritoneum yang menutupi alat-alat tersebut di atas merupakan kesatuan fungsional. Radang dapat menyebar dengan cepat dar kavum uteri ke seluruh genitalia interna. Radang endometrium dinamakan endometritis, radang otot-otot uteru dinamakan miometritsi atau metritis dan radang peritoneum disekitar uterus dinamakan perimetriris.
2.4 Tanda Bahaya Masa Nifas
1. Infeksi nifas
Setelah persalinan terjadi beberapa perubahan penting diantaranya makin meningkatnya pembentukan urin untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi penyeraapan beberapa bahan tertentu melalui pembuluh darah vena sehingga terjadi peningkatan suhu badan sekitar 0,5 ° C yang bukan merupakan keadaan patologis atau penyimpangan pada hari perta. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas. Infeksi nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 39° C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari.
2. Penyebab
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen(kuman masuk /datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab terbanyak dari 50 % adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak pathogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman anaerob yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar Rumah sakit.
3. Faktor predisposisi infeksi masa nifas
Á Partus lama, paartus terlantar, dan ketuban pecah lama
Á Tindakan operatif baik pervaginam maupun perabdominal
Á Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban dan bekuan darah dalam rongga rahim
Á Keadaan yang menurunkan daya tahan tubuh seperti perdarahan, kelelahan, malnutrisi, preeklamsi, eklamsi dan penyakit ibu lainnya.
4. Klasifikasi infeksi nifas
v Infeksi terbatas lokasinya pada perenium, vulva, serviks dan endometrium
v Infeksi yang mneyebar ke tempat lain melalui pembuluh vena, pembuluh limfe dan dendometrium.
2.5 Kelainan – Kelainan Lainnya Dalam Nifas
1. Kelainan dalam rahim
a. Sub involusio
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat raahim dari 1.000 gr menjadi 40-60 gr pada 6 minggu kemudian. Pada beberapa keadaan terjadinya proses involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya terhambat. Keadaan demikian disebut involusio uteri. Pemyebabnya adalah terjadi infeksi pada endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan darah atau mioma uteri. Pada palpasi uterus masih teraba besar, fundus masih tinggi, lochea banyak dan berbau dan terjadi perdarahan.
b. Perdarahan masa nifas
Adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Yang terbagi menjadi perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi pada 24 jam pertama, dan perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam.
Penyebab perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan inversion uteri. Sedangkan penyebab perdarahan postpartum sekunder adalah sub involusi, retensi sisa plasenta, dan infeksi nifas
Pencegahan perdarahan postpartum dapat dilakukan dengan mengenali resiko perdarahan postpartum (uterus distensi, partus lama, partus dengan uatan), memberikan oksitosin setelah bayi lahir, memastikan kontraksi uterus setelah bayi lahir, memastikan plasenta lahir lengkap, menangani robekan jalan lahir.
3. Kelainan dalam nifas
a. Kelainan alba dolens
Kelainan alba dolens merupakan suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya thrombosis atau embolus yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah atau karena pengaruh infeksi atau vena seksi.
Faktor predisposisi adalah usia lanjut, multiparitas, obstetric operatif, adanya varices dan infeksi nifas. Gejala klinisnya meliputi suhu badan naik, nyeri kaki dan betis pada saat berjalan atau ditekan (tanda human) dan bengkak (tumor) kalau ditekan menjadi cekung.
b. Nekrosis hipofisis lobus anterior post partum
Sindroma seehan atau nekrosis lobus depan dari hypofisis karena syok akibat perdarahan persalinan. Hypofisis ikut berinvolusi setelah persalinan karena syok akibat perdarahan hebat pada hypofifis terjadilah nekrosis pada pars anterior. Mungkin pula nekrosis ini terjadi karena pembekuan intravaskuler menyebabkan thrombosis pada sinusoid hypofisis. Gejala timbul agalaksia, amenore dan insufisiensi hormone pars anterior hypofisis
2.6 Jenis – Jenis Infeksi Masa Nifas
1. Septikemia dan Piemia
Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman dan atau toksiknya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Piemia dimulai dengan tromboflebitis vena daerah perlukaan yang lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil, dibawa oleh peredaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya (paru-paru, ginjal, jantung, otak, dsb)
a. Gambaran klinik dan diagnosis baik septikemia dan piemiaadalah penyakit berat. Gejala Septikemia lebih akut dari piemia, ibu kelihatan sakit dan lemah, suhu badan naik 39-40° C, keadaan umum jelek, menggigil, nadi cepat 140-160 x/m atau lebih, tekanan darah turun bila keadaan umum memburuk, sesak nafas, kesadaran menurun dan gelisah.
b. Pada piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboflebitis tidak lama postpartum dan setelah ada penyebaran thrombus terjadi gejala umum seperti di atas.
c. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat lekositas, pada kultur darah dijumpai kuman-kuman yang pathogen.
d. Prognosis :
Septikemia dan piemia adalah infeksi berat dan angka kematian tinggi, apabila tidak diikuti peritonitis umum. Kadang-kadang walaupun dengan pemberian antibiotic dan upaya yang cukup kematian ibu tidak dihindarkan.
2. Parametriris
Parametritis adalah infeksi jaringan ikat pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa jalan :
a. Dari servisitis atau endometritis yang tersebar melalui pembuluh limfe
b. Langsung meluas dari servisitis ke dasar ligamentum sampai ke perimetrium
c. Atau sekunder dari tromboflebitis
3. Salfingitis
Salfingitis adalah peradangan adneksa. Terdiri dari salfingitis akut dan kronik. Diagnosis dan gejala klinis hamper sama dengan parametritis. Bila infeksi berlanjut dapat terjadi piosalfing.
3 PENCEGAHAN INFEKSI NIFAS
1. Masa kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangka dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula pada koitus ibu hamil tua hendaknya dihindari atau dukurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalu ini terjadi infeksi akan mudah masuk jalan lahir
2. Masa persalinan
· Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah
· Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama
· Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
· Perlukaan-perlukaan jalan lahir karenaa tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas
· Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfuse darah
3. Kelainan pada payudara
Bendungan ASI
Bendungan ASI disebabkan oleh pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu. Keluhan mammae bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. Penanganan sebaiknya sdimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan-kelainan, bila terjadi juga berikan terafi simptomatis atau sakitnya (analgetik) sebelum menyusukan lakukan pengurutan dahulu sehingga sumbatan hilang
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PEMBENDUNGAN ASI
1. Pengertian
Pembendungan asi menurut pritchar ( 2002 ) adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan oleh sempurna atau karena kelainan pada puting susu ( buku obsteri williams)
Keluhan ibu menurut prawirohardjo (2005) adalah payudara bengkak, keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga maka berikan terapi simtomati,untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa sehingga sumbatan hilang, kalau perlu berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari.
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (2005) adalah sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan,ketika ASI secara normal dihasilkan payudaramenjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan pengisapan yang efektif dan pengeluaran asi oleh bayi. Rasa penuh tersebut pulih dengan cepat namun dapat berkembang menjadi bendungan. Pada bendungan, payudara terisi penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran asidengan alveoli meningkat. Payudara menjadi bengkak,merah dan mengkilap.
Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis maupun bendungan ASI adalah
a. Payudara yang penuh terasa panas,berat dan keras.,tidak terlihat mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-kadang menetes secara spontan
b. Payudara yang terbendung membesar,membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.
(Rustam muchtar.2005.sinopsis obstetri,bandung.eleman)
2. Penyebab terjadinya bendungan ASI
1. Faktor frekuensi menyusui
Bahwa insiden bendungan payudara dapat dikurangi hingga setengahnya bila bayi disusui tanpa batas. Sejumlah penelitian lainnya mengamati bahwa bila waktu untuk menyusui dijadwal lebih sering terjadi bendungan yang sering diikuti dengan mastitis dan kegagalan laktasi(WHO, 2003). Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan ASI selanjutnya.
2. Faktor isapan bayi yang tidak aktif
isapan bayi yang baik pada payudara untuk mengeluarkan ASI yang efektif. Isapan yang buruk sebagai penyebab pengeluaran ASI yang tidak efisien saat ini dianggap sebagai faktor predisposisi utama mastitis. Selain itu, nyeri putting susu akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada payudara yang sakit dan karena itulah terbentuknya statis ASI dan bendungan ASI (WHO).
3. Faktor posisi menyusui yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat menyusu. Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI. Selain itu, banyak ibu merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya pada satu sisi payudara dibandingkan dengan payudara yang lain (WHO).
4. Produksi ASI yang meningkat
Apabila ASI berlebihan, sampai keluar memancar maka sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu untuk menghindari bayi tersedak dan menghilangkan bendungan atau memacu produksi ASI saat ibu sakit dan tidak dapat langsung menyusui bayinya.
5. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Bila tidak dikeluarkan saat ASI terbentuk, maka volume ASI dalam payudara akan melebihi kapasitas alveoli untuk penyimpanannya sehingga bila situasi ini tidak di atasi, maka akan menyebabkan bendungan dan mastitis dalam waktu singkat, dan mempengaruhi kelanjutan produksi ASI dalam jangka panjang (WHO).
6. Pakaian yang ketat
BH yang ketat juga bisa menyebabkan segmental engorgement. Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.
7. Putting susu terbenam
Putting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
8. Putting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
3. Gejala Bendungan ASI
· Payudara terlihat bengkak
· Payudara terasa keras
· Payudara terasa panas
· Terdapat nyeri tekan
4. Pencegahan
1. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan
2. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
3. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
4. Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
5. Menyusui yang sering
6. Memakai kantong yang memadai
7. Hindari tekanan local pada payudara
(Wiknjosastro, 2006)
5. Penanganan
1. Jika ibu menyusui
a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras
b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut
d. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu
e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui
f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
2. Jika ibu tidak menyusui
a. Gunakan BH yang menopang
b. Kompres dingin pada payudara utuk mengurangi bengkak dan nyeri
c. Berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara
e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya
· Terapi dan pengobatan (Prawirohardjo, 2005):
· Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
· Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
· Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan kompres air dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
· Gunakan BH yang menopang payudara
· Berikan paracetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan panas
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.
3.2 MASTITIS
1. Pengertian
Adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktsional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara, pengumpulan nanah local didalam payudara merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar.
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat tehnik menyusui yang buruk merupakan penyebab yang penting, tetapi dalam benak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap dengan infeksi payudara.
Mastitis dapat terjadi pada setiap tahap laktasi. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama pasca kelahiran.
2. Penyebab Mastitis
· 1. Statis Asi
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat bila bayi tidak menghisap ASI, yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh payudara. Penyebabkan termasuk kenyutan bayi yang buruk pada payudara, penghisapan yang tidak efektif, pembatasan frekwensi atau durasi menyusui, dan sumbatan pada saluran ASI.
a. Bendungan ASI
Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat, dan tekanan pada tekanan ASI dan alveoli meningkat. Payudara menjadi bengkak dan edema.
Baik kepenuhan fisiologis maupun bendungan, kedua payudara biasanya terkena. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting, yaitu:
· Payudara yang penuh terasa panas berat dan keras. Tidak terlihat mengkilat, edema atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar, dan kadang-kadang menetes keluar sacara spontan. Bayi mudah menghisap dan mengeluarkan ASI.
· Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara dapat terlihat mengkilat dan edema. Putting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk mengisap ASI sampai pembengkakan berkurang. Wanita kadang-kadang menjadi demam. Walaupun demikian, demam biasanya hilang dalam 24 jam.
b. Frekuensi menyusui
Bendungan payudara dapat dikurangi apabila bayi disusui tanpa batas. Wanita yang menderita mastitis biasanya karena tidak menyusui atau bayi mereka tidak mau menyusu seperti biasanya.
c. Kenyutan pada payudara
Nyeri puting dan putting peceh-pecah sering ditemukan pada penderita mastitis. Nyeri putting biasa disebabkan karena kenyutan bayi yang buruk sehingga pengeluaran ASI pun tidak efektif.
2. Infeksi
Organisme paling sering ditemukan pada penderita mastitis adalah Stapylococcus aureus, Staph albus, Escheria colli, dan Streptococcus.
Rute infeksi melalui payudara belum diketahui namun diduga melalui duktus laktiferus ke dalam lobus dengan penyebaran hematogen dan melalui fisura putting susu ke dalam system limfatik.
3. Faktor predisposisi
· Umur
· Paritas
· Serangan sebelumnya
· Melahirkan
· Gizi
· Fektor kekebalan dalam ASI
· Stress dan kelelahan
· Pekerjaan diluar rumah
· Trauma
3. Gejala Mastitis
Gajala mastitis non infeksius
· Adanya “bercak panas” atau nyeri tekan yang akut
· Ada bercak kecil dan keras pada daerah nyeri tekan tersebut
· Tidak demam
Gejala mastitis infeksius
· Lemah dan sakit pada otot-otot seperti flu
· Sakit kepala
· Demam
· Terdapat area luka yang lebih luas pada payudara
· Kulit payudara tampak kemerahan
· Payudara terasa keras dan tegang (pembengkakan)
4. Pencegahan
Mastitis sangat mudah dicegah bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal dan apabila terjadi tanda-tanda mastitis seperti bendungan ASI, nyeri putting, dll segera diobati.
a. Memberikan pemahaman tentang menyusui
Wanita harus mengetahui mengenai penatalaksanaan menyusui yang efektif dan pemberian makanan bayi dengan tepat. Hal yang harus diperhatikan misalnya:
· Segera susui bayi setelah proses kelahiran
· Pastikan bahwa bayi mengenyut payudara dengan baik
· Menyusui secara eksklusif 6 bulan
· Atur frekuensi menyusui.
b. Perawatan pada kehamilan dan persalinan
· Bayi harus di IMD
· Rawat gabung itu sangat penting
· Ibu harus mendapat bantuan dan dukungan mengenai tehnik menyusui yang baik
c. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
· Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan bayinya
· Dukung ibu untuk menyusui sesering mungkin
· Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan maka bantu ibu untuk memeras susu
· Lakukan kompres pada payudara
d. Periksa gejala statis ASI
Bila ibu mempunyai gejala statis ASI maka ibu perlu:
· Beristirahat
· Anjurkan untuk lebih sering menyusui
· Kompres panas kompres dingin
· Pijat lembut pada daerah benjolan saat menyusui
e. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan perlu sekali memperhatikan mengenai pencegahan infeksi ini misalnya dengan mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, menggunakan sarung tangan DTT bila melakukan tindakan dsb.
5. Penanganan
Jika semua pencegahan telah dilakukan namun mastitis tetap terjadi maka penanganannya harus cepat dan tepat serta cari penyebabnya terlebih dahulu..
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam penanganan mastitis
a. Memberi dukungan
Mastitis merupakan keadaan yang sangat nyeri sekali sehingga sering membuat ibu depresi dan sangat cemas. Ibu juga akan merasa binggung apakah harus melanjutkan menyusui atau tidak, Tetapi ibu cenderung tidak mau melanjutkan menyusui karena sangat sakit. Maka dari itu ibu harus diberi keyakinan untuk tetap menyusui bayinya dan payudaranya akan pulih kembali.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
Terapi antibiotic dan simtomatik akan membuat ibu merasa lebih nyaman untuk sementara waktu dan akan semakin buruk bila pengeluaran ASI tidak diperbaiki.
· Memberi dukungan kepada ibu untuk menyusui bayinya tanpa batas, sesering dan selama mungkin
· Memperbaiki tehnik menyusui dan kenyutan bayi agar pengeluarannya lebih banyak
· Peras ASI dengan tangan atau alat pemompa ASI
c. Terapi antibiotic
Terapi antibiotik biasa dilakukan pada mastitis karena infeksi bakteri. Pemberian antibiotic harus tepat.
Antibiotic |
Dosis |
Eritromisin |
250-500mg setiap 6 jam |
Flukloksasilin |
250 mg setiap 6 jam |
Dikloksasilin |
125-500 mg setiap 6 jam peroral |
Amoksasilin |
250-500 mg setiap 8 jam |
Sefaleksin |
250-500mg setiap 6 jam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar